Kasus Suap Hakim, Wartawan
Kecipratan Rp 5 Juta
TEMPO.CO,
Bandung -
Bendahara Pengeluaran Dinas Pengelolaan, Pupung Khadijah, yang diperiksa untuk
empat terdakwa dalam perkara suap hakim Setyabudi Tedjocahyono, mengatakan
telah membuat puluhan lembar kuitansi senilai Rp 6,44 miliar selang Juli
2012-Maret 2013. Sebagian besar kuitansi itu untuk pembayaran duit kepada
terdakwa Toto Hutagalung melalui terdakwa Asep Triyana, yang diutus Toto datang
ke kantor Dinas Pengelolaan.
"Pak Herry (Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Pemkot Bandung, Herry Nurhayat) bilang buat majelis," ujar Pupung ketika menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis, 12 September 2013.
"Pak Herry (Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Pemkot Bandung, Herry Nurhayat) bilang buat majelis," ujar Pupung ketika menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis, 12 September 2013.
Perincian
pengeluaran itu adalah Rp 455 juta pada bulan Juli 2012, Rp 410 juta pada
Agustus 2012, Rp 675 juta pada September, Rp 615 juta pada Oktober, Rp 350 juta
pada November, dan Rp 1,55 miliar pada September 2012. Selain itu, pada
Februari 2013 sebesar Rp 150 juta dan Rp 735 juta, serta pada Maret 2013
sebesar Rp 1,5 miliar.
Pupung menuturkan, pengeluaran itu dicatat melalui 71 lembar kuitansi dan diterbitkan bersama koleganya, Tri Rachmawati. Catatan pengeluaran itu juga merekam pembayaran sejumlah duit kepada panitera dan humas. Ia juga mencatat pengeluaran sebesar Rp 100 juta untuk pengacara para tersangka perkara korupsi dana bantuan sosial Winarno Djati dan Benny Joesoef. Pupung juga menyebutkan duit mengalir ke tim kejaksaan, bahkan wartawan. Beberapa wartawan disebut kecipratan duit masing-masing sebesar Rp 5 juta.
Pupung menuturkan, pengeluaran itu dicatat melalui 71 lembar kuitansi dan diterbitkan bersama koleganya, Tri Rachmawati. Catatan pengeluaran itu juga merekam pembayaran sejumlah duit kepada panitera dan humas. Ia juga mencatat pengeluaran sebesar Rp 100 juta untuk pengacara para tersangka perkara korupsi dana bantuan sosial Winarno Djati dan Benny Joesoef. Pupung juga menyebutkan duit mengalir ke tim kejaksaan, bahkan wartawan. Beberapa wartawan disebut kecipratan duit masing-masing sebesar Rp 5 juta.
Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Bandung menggelar sidang pemeriksaan para saksi untuk
empat terdakwa kasus suap Setyabudi Tedjocahyono. Salah satu saksi yang
diperiksa adalah Pupung. Ia diperiksa untuk empat terdakwa sekaligus, yakni
Setyabudi, Herry Nurhayat, Toto Hutagalung, dan Asep Triyana.
Toto
Hutagalung merupakan pemimpin organisasi kemasyarakatan Gasibu Padjajaran di
Bandung, yang disebut kenal
baik dengan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Sementara Asep merupakan
kurir yang mengantarkan uang diduga untuk menyuap Setyabudi, yang sedang
mengadili perkara dana bansos.
Komentar
:
Masalah
kasus suap sudah bukan menjadi berita besar lagi, melainkan berita yang banyak
terjadi dan dilakukan sebagian besar oleh para petinggi untuk menutupi
kebenaran suatu kasus ataupun memanipulasi kasus. Terlebih lagi jika masalah
tersebut terkait dengan seorang pejabat, mereka akan melakukan apa saja agar
berita negatif yang terjadi tidak tersebar. Berapa pun uang yang dikeluarkan
untuk membersihkan nama baik mereka, akan dilakukan. Selain instansi terkait
permasalahan yang menerima suap, wartawan pun tidak luput akan hal ini. Pemberitaan
yang akan dimuat seorang wartawan bias menjadi pisau yang dapat menghancurkan
nama baik seseorang yang terlibat masalah, dengan menyuap wartawan mereka
menginginkan berita bohong tentang yang terjadi dan menjanjikan sejumlah uang
tunai yang tentunya tidak sedikit.
Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi para jurnalis ini menerima suap, Antara lain
adalah tentu nominal uang yang ditawarkan dapat menjamin kehidupan mereka,
adanya faktor kekerabatan dengan tersangka atau tuntutan pekerjaan yang berat. Tetapi,
jika para jurnalis ini berpegang teguh dengan aturan dan kode etik jurnalisme,
hal ini tentu tidak akan mereka lakukan. Karena itu sama saja menyebarkan
berita palsu kepada jutaan orang yang melihat, dan juga dapat menjadi boomerang
bagi mereka suatu hari nanti.
Karena
secara umum prinsip kode etik jurnalistik mengandung kebenaran (truthfulness)
informasi, kejelasan (clarity) informasi, pembelaan atas hak publik,
responsibilitas dalam membentuk opini publik, standar pengumpulan dan penyiaran
informasi, dan respek pada integritas sumber (Syahputra, 2006). Seorang
wartawan sudah sewajarnya harus mengikuti kaidah-kaidah tersebut dalam meliput
dan menyiarkan suatu berita. Kesadaran akan etika merupakan hal yang sangat
penting dalam profesi jurnalis atau kewartawanan. Dengan adanya kesadara
tersebut mekanisme kerja wartawan akan selalu mengacu pada kode perilaku,
sehingga setiap langkahnya akan selalu dilandasi pertimbangan yang matang,
termasuk dalam mengambil keputusan penulisan isu-isu yang sensitif.
Sumber
:
https://nasional.tempo.co/read/news/2013/09/13/078512898/kasus-suap-hakim-wartawan-kecipratan-rp-5-juta
https://mirniabadiatus.wordpress.com/